Waspada! Ini 4 Jenis Mikroba Penyebab Keratitis Infeksius
Kornea mata kita adalah sebuah benteng pertahanan yang luar biasa. Setiap hari, ia bekerja tanpa henti menahan debu, polusi, dan jutaan mikroorganisme yang melayang di udara. Namun, benteng sekuat apa pun bisa runtuh jika "pintu masuknya" terbuka, misalnya karena goresan kecil, atau jika musuh yang datang terlalu kuat. Pada kasus keratitis infeksius, musuh tersebut adalah mikroorganisme—atau kuman—yang berhasil menembus pertahanan kornea dan mulai berkembang biak.
Memahami siapa saja "penyerbu" tak kasat mata ini adalah langkah penting untuk tahu cara menghindarinya. Secara umum, ada empat kelompok utama mikroba yang menjadi biang keladi keratitis infeksius.
1. Bakteri: Si Penyerbu Cepat dan Agresif
Bakteri adalah penyebab paling umum dari keratitis infeksius, terutama pada pengguna lensa kontak. Dua nama yang paling sering muncul adalah Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Bakteri ini sebenarnya ada di mana-mana, termasuk di kulit kita. Mereka menjadi berbahaya ketika mendapat kesempatan masuk melalui celah pada pertahanan kornea.
◦ Pintu Masuk Utama: Goresan kecil di mata, kebersihan lensa kontak yang buruk, tidur menggunakan lensa kontak, atau menggunakan botol tetes mata yang ujungnya sudah terkontaminasi.
◦ Karakteristik: Infeksi bakteri cenderung berkembang sangat cepat dan agresif. Gejalanya bisa memburuk hanya dalam 24-48 jam, ditandai dengan nyeri hebat, mata sangat merah, dan seringkali disertai nanah atau kotoran mata berwarna kuning kehijauan.
2. Virus: Si Penyusup yang Bisa Bersembunyi
Berbeda dengan bakteri, virus membutuhkan sel inang untuk berkembang biak. Virus yang paling sering menyerang kornea adalah Herpes Simplex Virus (HSV-1), virus yang sama dengan penyebab sariawan di bibir (cold sores), dan Varicella-Zoster Virus (VZV), virus penyebab cacar air dan cacar ular (shingles).
◦ Pintu Masuk Utama: Virus ini bisa aktif dan menyerang kornea saat daya tahan tubuh sedang menurun. Seseorang yang pernah terinfeksi virus ini (misalnya pernah cacar air) akan memiliki virus yang "tertidur" atau dorman di dalam saraf tubuhnya. Stres, demam, atau paparan sinar UV berlebih dapat memicu reaktivasi virus ini, yang kemudian berjalan melalui saraf hingga ke mata.
◦ Karakteristik: Keratitis virus seringkali bersifat kambuhan (rekuren). Gejalanya meliputi nyeri, penglihatan kabur, dan mata merah. Salah satu tanda khasnya adalah lesi atau luka pada kornea yang berbentuk seperti cabang pohon (dendritik), yang hanya bisa dilihat oleh dokter mata dengan alat khusus.
3. Jamur: Si Oportunis dari Alam
Keratitis jamur (fungal keratitis) lebih jarang terjadi dibandingkan bakteri atau virus, namun bisa sangat merusak dan sulit diobati. Jamur seperti Aspergillus, Fusarium, atau Candida adalah penyebab utamanya.
◦ Pintu Masuk Utama: Infeksi jamur hampir selalu diawali oleh cedera mata yang melibatkan materi organik (tumbuhan). Contoh paling umum adalah tergores ranting pohon saat berkebun, kemasukan serpihan kayu, atau terkena tanah di mata. Pengguna lensa kontak juga berisiko jika tidak menjaga kebersihan dengan baik.
◦ Karakteristik: Infeksi jamur berkembang lebih lambat daripada bakteri. Gejalanya mungkin baru terasa beberapa hari atau minggu setelah cedera. Namun, peradangannya bisa sangat parah dan membentuk abses (kumpulan nanah) di dalam lapisan kornea, yang seringkali membutuhkan pengobatan jangka panjang.
4. Parasit (Amoeba): Musuh dalam Air
Ini adalah salah satu jenis keratitis yang paling ditakuti, terutama di kalangan pengguna lensa kontak. Penyebab utamanya adalah Acanthamoeba, organisme bersel tunggal (ameba) yang hidup bebas di berbagai sumber air dan tanah.
◦ Pintu Masuk Utama: Kontak kornea dengan air yang terkontaminasi. Risiko tertinggi ada pada pengguna lensa kontak yang melakukan aktivitas seperti: berenang dengan lensa kontak, membersihkan atau merendam lensa dengan air keran, atau mandi sambil memakai lensa. Ameba ini dapat menempel pada permukaan lensa kontak dan kemudian menginfeksi kornea.
◦ Karakteristik: Acanthamoeba keratitis dikenal sangat menyakitkan—seringkali rasa nyerinya tidak sebanding dengan penampakan awal mata yang mungkin tidak terlalu merah. Infeksi ini sangat sulit untuk didiagnosis dan diobati, serta memiliki risiko tinggi menyebabkan kebutaan.
Memahami bahwa setiap jenis mikroba ini memerlukan pengobatan yang sangat berbeda adalah krusial. Antibiotik untuk bakteri tidak akan mempan melawan virus, dan obat antijamur tidak akan bekerja pada ameba. Oleh karena itu, diagnosis akurat oleh dokter spesialis mata adalah langkah yang tidak bisa ditawar untuk menyelamatkan penglihatan Anda.
Referensi
Garg, P., & Rao, G. N. (2013). Fungal keratitis: an old disease on the rise. Indian journal of ophthalmology, 61(8), 370–371.
Lorenzo-Morales, J., Khan, N. A., & Walochnik, J. (2015). An update on Acanthamoeba keratitis: diagnosis, pathogenesis and treatment. Parasite (Paris, France), 22, 10.
Ting, D. S. J., Ho, C. S., & Said, D. G. (2021). Infectious keratitis: a review of the global health burden, current management and future perspectives. Clinical and Experimental Ophthalmology, 49(5), 552-573.